Menu Tutup

Permainan Cap Jie Kie Yang Jarang Di Ketahui Banyak Kalangan.

Cap Jie Kie, atau sering disebut Cap Ji Kia, adalah permainan judi tradisional yang populer di beberapa wilayah di Indonesia, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, seperti Semarang, Solo, Klaten, dan Surakarta. Permainan ini memiliki akar budaya yang kuat, terutama di kalangan masyarakat keturunan Tionghoa, dan diyakini diperkenalkan oleh saudagar Tionghoa pada masa Kerajaan Mataram di Surakarta. Meskipun sederhana dalam konsepnya, permainan ini telah menjadi fenomena sosial yang kontroversial karena sifatnya sebagai perjudian. Artikel ini akan membahas sejarah, cara bermain, serta dampak sosial dari Cap Jie Kie.

Cap Jie Kie berasal dari bahasa Tionghoa yang berarti “12 batang” atau “12 angka.” Permainan ini pertama kali muncul di Surakarta dan diyakini dibawa oleh pedagang Tionghoa pada era Kerajaan Mataram. Awalnya, permainan ini menjadi hiburan massal bagi masyarakat setempat, yang secara budaya sudah terbiasa dengan aktivitas taruhan. Cap Jie Kie menggunakan kartu Ce Kie, tetapi hanya 12 kartu yang dipilih dari keseluruhan set kartu, menjadikannya permainan yang relatif mudah dipahami dan menarik bagi berbagai kalangan.

Seiring waktu, Cap Jie Kie berkembang menjadi sindikat terorganisasi yang melibatkan bandar, pengepul, dan tambang (pencatat kupon). Permainan ini tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari budaya lokal di beberapa daerah, meskipun dilarang oleh hukum karena sifat perjudiannya. Penelitian dari Universitas Indonesia menunjukkan bahwa Cap Jie Kie di Surakarta dikelola secara profesional, dengan struktur organisasi yang mirip dengan bisnis resmi, menunjukkan betapa mengakarnya permainan ini dalam masyarakat.

Cap Jie Kie memiliki dua variasi utama: versi kartu dan versi papan. Berikut adalah penjelasan cara bermain keduanya:

Versi Kartu

  • Alat: Permainan ini menggunakan 12 kartu dari set kartu Ce Kie.
  • Cara Bermain:
  • Bandar memilih salah satu dari 12 kartu dan memasukkannya ke dalam kotak tertutup (lopak) yang kemudian digantung, sering kali di tempat yang simbolis seperti pohon di area tertentu.
  • Pemain membeli kupon melalui agen atau tambang untuk menebak kartu yang dipilih bandar.
  • Bandar biasanya memberikan petunjuk berupa sanepo atau sonji, yaitu pantun atau syair berbahasa Jawa yang bersifat multitafsir, untuk membantu pemain menebak.
  • Jika tebakan pemain benar, mereka mendapatkan bayaran 10 kali lipat dari nilai taruhan (9 kali keuntungan ditambah harga kupon).
  • Frekuensi: Penarikan dilakukan beberapa kali sehari, biasanya 5-7 kali, pada jam ganjil atau genap tergantung aturan bandar.

Versi Papan

  • Alat: Papan kayu berukuran sekitar 80×80 cm dengan lubang-lubang (36, 64, 81, atau hingga 144 lubang) yang berisi simbol seperti lingkaran, gunung, dan palang dalam warna merah, kuning, hijau, dan hitam. Sebuah bola karet digunakan sebagai penentu hasil.
  • Cara Bermain:
  • Pemain memilih simbol atau lubang yang mereka prediksi akan menjadi tempat berhentinya bola karet yang digelindingkan di papan.
  • Jika bola berhenti di lubang yang dipilih pemain, mereka memenangkan 10 kali lipat dari taruhan mereka.
  • Lokasi: Permainan ini sering diadakan di tempat sepi seperti pinggiran desa atau lahan kosong, terutama pada malam hari.

Cap Jie Kie bukan sekadar permainan sederhana, tetapi juga bisnis terorganisasi. Struktur hierarkinya meliputi:

  • Bandar: Pemimpin dan penyandang dana. Operasi bandar sangat rahasia, menggunakan sistem “cut out” sehingga tidak semua anggota sindikat bisa berhubungan langsung dengannya.
  • Pengepul/Agen: Mengumpulkan taruhan dari pemain dan menyerahkannya ke bandar. Mereka mendapatkan upah harian sekitar Rp50.000-Rp100.000.
  • Tambang: Pencatat kupon yang berinteraksi langsung dengan pemain, memperoleh komisi 10% dari pemasukan.
  • Pemain: Masyarakat umum yang memasang taruhan.
Posted in Uncategorized

Related Posts