Gaplek diperkirakan berasal dari Tiongkok sekitar abad ke-12 atau lebih awal, di mana kartu domino pertama kali digunakan sebagai alat hiburan dan kadang-kadang perjudian. Beberapa sumber menyebutkan bahwa permainan ini diciptakan untuk menjaga prajurit tetap terjaga di malam hari, sementara versi lain kebersamaannya dengan festival Wulin di Hangzhou. Dari Tiongkok, domino menyebar ke Eropa dan kemudian masuk ke Indonesia sekitar abad ke-19, kemungkinan melalui pengaruh perdagangan dan migrasi. Di Indonesia, gaplek menjadi populer karena sederhana, murah, dan bisa dimainkan oleh siapa saja tanpa memerlukan keahlian khusus.
Aturan Dasar Permainan Gaplek
Gaplek dimainkan dengan satu set kartu domino yang terdiri dari 28 kartu, masing-masing memiliki dua sisi dengan jumlah titik (bulatan) dari 0 hingga 6. Biasanya, permainan ini melibatkan 2 hingga 4 pemain, meskipun variasi tim (2 lawan 2) juga umum. Berikut adalah aturan dasar bermain gaplek:
Pembagian Kartu : Semua kartu dikocok, lalu didistribusikan secara merata kepada pemain. Jika ada empat pemain, masing-masing mendapat 7 kartu.
Memulai Permainan : Pemain dengan kartu balak (kartu dengan jumlah titik sama di kedua sisi, misalnya 6-6) biasanya dimulai, atau ditentukan berdasarkan kesepakatan.
Menyambung Kartu : Pemain secara bergiliran meletakkan kartu yang memiliki jumlah titik sama dengan ujung kartu di meja. Misalnya, jika kartu di meja adalah 5-3, pemain bisa meletakkan kartu dengan angka 5 atau 3 di salah satu ujungnya.
Lewat : Jika pemain tidak memiliki kartu yang cocok, mereka melewatkan giliran.
Kemenangan : Permainan berakhir ketika seorang pemain kehabisan kartu ( sapat ) atau ketika tidak ada lagi kartu yang bisa dimainkan ( gapleh ). Pemenang ditentukan berdasarkan kartu yang habis lebih dulu atau jumlah titik tersisa yang paling sedikit.
Variasi aturan sering ditemukan di berbagai daerah. Misalnya, di Papua, gaplek dimainkan dengan jumlah kartu yang lebih banyak, sementara di kalangan masyarakat Sunda, istilah seperti buntutan (mempercepat permainan) atau nenggar cadas (kalah dengan poin besar) menambah keseruan.
Strategi dan Keunikan Gaplek
Meskipun terlihat sederhana, gaplek membutuhkan strategi yang cerdas. Pemain harus memperhatikan kartu yang sudah keluar, menghitung kemungkinan kartu lawan, dan memutuskan kapan harus memblokir atau membuka jalan bagi rekan tim. Kartu balak , terutama balak 6 atau balak 0, sering menjadi kunci kemenangan atau kekalahan, tergantung pada cara penggunaannya. Selain itu, gaplek juga melibatkan interaksi sosial yang kuat. Ejekan ringan, sindiran, atau tawa bersama sering mengiringi permainan, menjadikannya wadah silaturahmi yang hangat.
Makna Budaya dan Tantangan
Gaplek bukan sekadar permainan, tetapi juga cerminan budaya kebersamaan. Di desa-desa, gaplek sering dimainkan saat ronda malam, perayaan kemerdekaan, atau acara keluarga, seperti menjelang resepsi pernikahan. Namun, tantangan modern muncul dengan stigma bahwa gaplek sering dikaitkan dengan perjudian. Meskipun banyak yang memainkannya hanya untuk hiburan, beberapa kasus taruhan kecil membuat permainan ini dilarang di beberapa tempat, seperti di lingkungan tertentu di Jakarta.
Di era digital, gaplek juga bertransformasi. Aplikasi gaplek dare kini tersedia di platform seperti Google Play, memungkinkan pemain dari berbagai daerah untuk bersaing tanpa batas geografis. Meski begitu, pesona gaplek tradisional—duduk bersama di bawah lampu minyak atau di warung kopi—tetap tak tergantikan.